Kamis, 22 April 2010

TEORI NEGARA

TEORI TERJADINYA NEGARA DAN TUJUAN NEGARA

PENDAHULUAN

Negara merupakan salah satu faktor penting penyebab konflik agraria, sementara solusi konflik itu sangat tergantung pula kepadanya (lihat: Bachriadi, 2001, Lucas, 1997a, Ruwiastuti, 1997, Fauzi, 1999, Stanley, 1999, Sakai, 2002 dan 2003, Afrizal, 2005 dan 2006). Namun pada umumnya analisis hubungan negara dengan konflik agraria tidak dibingkai dengan teori yang jelas, dan kalaupun ada pada umumnya mengguna -kan Teori Marxis, Teori Pluralisme Hukum dan Teori Kebijakan Publik yang mem-punyai kemampuan analisis terbatas. Argumentasi pokok ketiga teori tersebut sebagai berikut. Teori Marxis menyatakan bahwa konflik agraria terjadi akibat perkembangan ekonomi kapitalis yang mengakibatkan penduduk terlempar dari tanahnya (tesis ploretarisasi). Konflik agraria dilihat sebagai perlawanan penduduk yang tidak punya tan ah atau yang tanahnya dirampas kepada kapitalis. Negara ditempatkan sebagai instrumen kapitalis. Di pihak lain, Teori Pluralisme Hukum memandang konflik agraria terjadi akibat adanya lebih dari satu hukum yang kontradiktif yang dipakai oleh berbagai pi -hak, terutama hukum adat dan hukum ne-gara. Hukum negara dipahami memberikan kekuatan kepada negara untuk mendelegitimasi hak-hak komunitas lokal, sementara komuniats lokal menggunakan hukum adat untuk membenarkan hak-hak mereka (Benda-Beckmann & Benda-Beckmann, 1999:6, Ruwiyastuti, 1997, Biezeveld, 2001). Teori Kebijakan Publik, yang juga banyak dipakai, menegaskan bahwa konflik agraria terjadi akibat adanya kebijakan tetentu dari negara, seperti kebijakan pembangunan dan revolusi hijau.
Ketiga teori tersebut mempunyai penjelasan yang terbatas. Apabila menggunakan Teori Marxis, perhatian diberikan kepada konflik antar dua kelas, yaitu konflik antar kelas pemilik atau pengontrol tanah dengan kelas yang tidak memiliki tanah. Keterlibatan negara dalam konflik agraria dilihat sebagai konsekuensi dari perkembangan ekonomi kapitalis di suatu masyarakat dimana negara berprilaku sebagai instrumen kapitalis. Teori Kebijakan Publik mengarahkan peneliti untuk menganalisis konsekuensi dari kebijakan negara dan inilah yang dilihat sebagai penyebab konflik agraria. Apabila menggunakan Teori Pluralisme Hukum maka akan terlihat konflik agraria akibat dari pertentangan hukum yang dibuat oleh negara dengan hukum adat, mengakibat-kan hukumnya menjadi sentral analisis (Afrizal, 20 05a:13-27). Ketiga teori ini tidak dapat dipakai untuk mengkaji konflik agraria akibat dari pengaruh negara yang makin kuat dalammasyarakat sipil yang disebabkan oleh negara modern yang penetratif. Dapat disimpulkan berdasarkan penelitian ini bahwa teori yang dapat dipakai untuk menjelaskan negara sebagai penyebab konflik agraria dan penentu resolusinya adalah teori formasi negara.

TEORI TERJADINYA NEGARA

Menurut Plato negara tumbuh dibagi atas beberapa taraf yaitu:
1. Bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup manusia berkehendak akan bantuan mahluk lain.
2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri maka berkumpullah mereka untuk memperundingkan cara memperoleh bahan – bahan primer ( makanan, tempat dan pakaian ). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana masing – masing harus menghasilkan lebih dari keperluannya sendiri untuk diprtukarkan dan dengan demikian berdirilah desa.
3. Antara desa dengan desa yang lain terjadi pula kerja sama dan terdirilah mayarakat negara. Antara negara – negara dengan negara terjadi juga kerja sama karena perlunya bantuan satu terhadap lainnya dan terjadilah hubungan internasional
Megenai asal usul terjadinya negara, Aritoteles berkata bahwa negara tumbuh secara “evolusi”. Jka sejumlah keluarga, disamping kerja sama mendapatkan bahan – bahan primer, bersatu juga untuk kepentingan – kepentingan lain misalnya ketertiban, maka tumbuhlah desa dan jika antara beberapa desa terjadi lagi kerjasama maka timbulah negara. Menurut Aristoteles, negara merupakan asosiasi yang setinggi – setingginya dan yang sempurna – sempurnanya yang dapat dicapai oleh manusia untuk keperluan hidup bersama.
Mengenai asal mula dan kejadian negara ada beberapa teori dan ada pula yang menerangkannya berdasarkan kejadian – kejadian yang nyata. Diantara teori – teori itu terdapat antara lain:
1. Teori ketuhanan.
2. Teori perjanjian.
3. Teori kekuasaan.
4. Teori kedaulatan.
Ad.1. menurut teori ketuhanan, negara terbentuk atas perkenaan Tuhan. Suatu negara tidak atau belum akan terjadi, jika Tuhan belum menghendakinya. Tanda-tanda dari pada paham ini dapat dilihat dari kalimat, “by the grace of god”, pada uud berbagai negara.
Maka dikatakanlah bahwa asal usul raja-raja yang memerintah adalah penjelmaan dewa-dewa, misalnya Raja Iskandar Dzulkarnaen dinyatakan sebagai putera Zeus Ammon, Mikado di jepang sebagai turunan dewa matahari. Maka dengan demikian diterima sajalah bahwa kekuasaan itu hanya dipindahkan oleh Tuhan atau Dewa-Dewa. Kepada manusia sehingga masalahnya tidak dapat dipecahkan secara ilmu pengetahuan oleh manusia biasa.
Terbukti teori diatas, mendapat kritikan. Misalnya teori keTuhanan (teori teokratis) seperti yang dianut oleh Friendrich julius stahl, dalam bukunya Die philosophie des recht, masih belum dapat dipertahankan seluruhnya dan menimbulkan pertentangan dan kesulitan dazlam praktek. Karena menurut teori itu kekuasaan itu hanya dipindahkan oleh Tuhan saja kepada seseorang atau golongan tertentu, dan ini harus diterima demikian saja, sehingga soalnya tidak terpecahkan secara ilmu pengetahuan. Dapat lagi menimbulkan pertanyaan, misalnya kalau terjadi perang antara dua kekuasaan dasn kalau sepihak kalah, maka kekuasaan manakah lagi yang diyakini sebagai kekuasaan atas kehendak Tuhan? Bagaimana pula kalau dalam suatu negara berdiri lebih dari satu pemegang kekuasaan?
Ad.2. menurut teori perjanjian, negara terbentuk karena antara sekelompok manusia, yang tadinya masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kahidupan bersama.
Teori ini dikenal sebagai teori kontrak sosial (teori perjanjian masyarakat) pengemuka teori ini adalah: Thomas Hobbes, yang berpendapat bahwa negara yang dibuat berdasarkan perjanjian masyarakat ini harus berbentuk kerajaan (monarchie); dan Jean Jaques Rousseatu yang menghendaki organisasi negara itu berdasarkan kedaulatan rakyat.
Teori perjanjian masyarakat (kontrak sosial) pun mendapat kritikan dan tantangan, sarjana-sarjana yang menolak teori ini antara lain: David Hume, Kranenburg, Utrecht, Laski.
Beberapa pendapat tentang teori perjanjian
1. David Hume (1711-1776), sarjana abad 18. David Hume menolak doktrin social contract (perjanjian kemasyarakatan). Ia berkata “the state of nature is only a creation of the immagination”. Maksudnya: keadaan alam bebas itu adalah semata-mata kreasi imaginair (khayalan). Yang benar-benar menurut kenyataan demikian Hume adalah bahwa masyarakat itu didirikan oleh dorongan naluri seksuil. Pada taraf pertama, naluri seksuil dikendalikan oleh simpati sepontan: pada taraf kedua, naluri disokong oleh kebiasaan; sedang pada taraf ketiga, timbullah keinsyafanakan perlunya bermasyarakat. Menurut Hume dasar bagi terbentuknya masyarakat ialah “keluarga”. Lingkungan keluarga ini makin lama makin dan lalu perlu adanya suatu pemerintahan yang bisa mengekang egoisme anggota-anggotanya. Pemerintahan ini tidaklah terbentuk atas dasar perjanjian, tapi tumbuh dengan jalan kekerasan.
2. Utrecht, menulis tentang perjanjian: “kita sekarang tidak dapt menerima teori perjanjian negara tersebut. Anggapan, bahwa sesuatu saat anggota masyarakat menurut keyakinan atau keinsyafan dengan sengaja membentuk suatu organisasi yang dinamakannya “negara” tidak dapat dianut lagi.seperti dikatakan oleh Van Khan: kalau pada sesuatu saat tertentu kesadaran kemasyarakatan dan kekuasaasn kemasyarakatan sudah menjadi kuat, maka disitulah lahir negara. Negara terjai bukanlah suatu perjanjian yang dilakukan dengan sengaja pada suatu “rapat raksasa” pada suatu saat tertentu, tetapi karena suatu proses yang ada dalam suatu bangsa. Apabila dalam masyarakat bangsa ada ikatan sosial yang lebih kuat, maka dengan sendirinya masyarakat bangsa itu mengenal suatu organisasi negara.
3. prof. m. Nasrun SH, mengakui kebenaran kritik kranenburg terhadap teori perjanjian masyarakat ini, yaitu terlalu abstrak dan deduktif, dan bahwa teori itu lebih banyak menimbulkan kekacauan daripada kejernihan. Tetapi Nasrun mengakui pula adanya persamaan pendapatnya sendiri dengan teori: perjanjian masyarakat tadi. Yaitu bahwa asal mula negara itu adalah kemauan bersama dari orang-orang yang bersangkutan. Perbedaan pendapatnya dengan teori itu, ialah selain mengenai pangkal permulaan dan saatnya serta tempat lahirnya negara itu, juga bahwa Nasrun berpendapat asal mula negara itu tidaklah abstrak tetapi merupakan suatu kenyataan. Negara itu adalh hasil usaha manusia dalam menyusun dan menghadapi soal hidup dan pergaulan hidupnya. Dan sebagaimana tiap-tiap usaha manusia adalah berdasarkan kemauan manuia, dan kemauan inipun adalah konkrit pula dimana itu ada.
Ad. 3. teori kekuasaan. Kekuasaan itu adalah ciptaan mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa. Dalam suasana alam bebas (status naturalis) itu mereka yang paling kuat, berani dan berkemauan teguh telah memaksakan kemauannya kepada pihak yang lemah. Alam sendiri menunjukkan demikian kata kallikles bahwa bila orang-orang yang lebih baok telah memperoleh kekuasaan yang lebih besar dari pada yang kurang baik, maka disitulah keadilan, demikian juga orang yang lebih kuat terhadap orang yang lebih lemah. Sudah sering terbukti, bahwa yang demikian terdapat pada manusia maupun mahluk lain, bahkan pada negara-negara bahwa yang kuat memerintah (menguasai) yang lemah.
Voltaire, berkata: “raja yang pertama ialah pahlawan yang menang”. Marx mengajarkan, bahwa negara adalah hasil pertarungan antara kekuatan-kekuatan ekonomis dan negara merupakan alat pemeras bagi mereka yang lebih kuat terhadap yang lemah, dan negara itu akan lenyap kalau perbedaan kelas itu tidak ada lagi.
Laski berpendapat yang bersamaan dengan marx, yakni bahwa setiap pergaulan hidup memerlukan organisasi pemaksa (“coercive instrument”), demikian untuk menjamin kelanjutan hubungan produksi yang tetap, sebab kalau tidak demikian maka pergaulan hidup itu takkan dapat menjamin nafkahnya.
Plato dalam bukunya “politeia” dikemukakan pernyataan thrasymachos, bahwa keadilan itu adalah kepentingan sikuat yang menuntut penataan kepada kekuasaan yang ada, berarti bahwa hukum dan kepentingan yang berkuasa adalah satu.
Ad. 4. teori kedaulatan. Ada 4 teori kedaulatan yaitu:
1. Teori kedaulatan Tuhan
2. Teori kedaulatan hukum
3. Teori kedaulatan rakyat
4. Teori kedaulatan negara
1.1 menurut teori kedaulatan Tuhan, yang disebut juga teori teokrasi, kekuasaan tertinggi dalm negara adalah berasal dari Tuhan, jadi didasarkan pada agama. Teori-teori teokrasi ini dijumpai, bukan saja di dunia barat tapi juga timur. Kalau pemerintah negara itu berbentuk kerajaan (monarchie) maka dinasty yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat kekuasan dari Tuhan.
1.2 Teori kedaulatan hukum, menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia, dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan. Kesadarn hukum inilah yang membedakan mana adil dan mana yang tidak adil. Kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapu terletak didalam manusia. Ditegaskan bahwa negara harus menaati tata tertib hukum, karena hukum itu terletak diatas negara. Negara menjadi organisasi sosial yang juga tunduk pada sesuatu yang derajatnya lebih tinggi, dan sesuatu itu biasa disebut hukum.
1.3 Teori kedaulatan rakyat, menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada suatu badan yaitu pemerintah.bila mana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut “volonte generale” oleh j.j. Rousseau. Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.
1.4 Teori kedaulatan negara, menurut oaham ini, negaralah sumber kedaulatan dalam negara. Dari itu negara (dalam arti gouvernment = pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty and property dari warganya.warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, bila perlu dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara.mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena hukum itu adalh kehendak negara.



B. TEORI-TEORI TUJUAN NEGARA
Beberapa teori tujuan negara:
1. Teori Fasisme
Tujuan negara menurut teori fasisme adalah imperium dunia. Pemimpin bercita-cita untuk mempersatukan semua bangsa di dunia menjadi satu tenaga atau kekuatan bersama. Beberapa negara yang pernah menganut fasisme antara lain Italia ketika dipimpin oleh Benito Mussolini, Jerman ketika dipimpin Adolf Hitler, dan Jepang ketika dipimpin Tenno Heika.
2. Teori Individualisme
Teori individualisme berpendapat bahwa negara tidak boleh campur tangan dalam urusan pribadi, ekonomi, dan agama bagi warga negaranya. Tujuan dibentuknya negara hanyalah berfungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban individu serta menjamin kebebasan seluas-luasnya dalam memperjuangkan kehidupannya.
3. Teori Sosialisme
Teori sosialisme berpendapat bahwa negara mempunyai hak campur tangan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Hal mi dilakukan agar tujuan negara dapat tercapai. Tujuan negara sosialis adalah memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan merata bagi setiap anggota masyarakat.
4. Teori Integralistik
Teori integralistik berpendapat bahwa tujuan negara itu merupakan gabungan dan paham individualisme dan sosialisme. Paham integralistik ingin menggabungkan kemauan rakyat dengan penguasa (negara). Paham integralistik beranggapan bahwa negara didirikan bukan hanya untuk kepentingan perorangan atau golongan tertentu saja, tetapi juga untuk kepentingan seluruh masyarakat negara yang bersangkutan.
Paham integralistik melihat negara sebagai susunan masyarakat yang integral, dan anggota-anggotanya saling terkait sehingga membentuk satu kesatuan yang organis. Paham integralistik diperkenalkan oleh Prof. Dr. Supomo pada Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, tanggal 30 Mei 1945. Paham Integralistik merupakan aliran pemikiran yang sesuai dengan watak bangsa Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan tolong-menolong.
Pentingnya Pengakuan Suatu Negara oleh Negara Lain:
Tata hubungan intemasional menghendaki status negara merdeka sebagai syarat yang harus dipenuhi. Pengakuan dan negara lain juga merupakan modal bagi suatu negara untuk diakui sebagai negara yang merdeka. Pengakuan negara terhadap negara lain dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengakuan secara de Facto dan de Jure.
Teori-teori tujuan negara menurut Lord Shang:
Menurut Lord Shang, didalam setiap nagara terdapat subyek yang selalu berhadapan dan bertentangan, yaitu pemerintah dan rakyat. Kalau yang satu kuat yang lainnya tentu lemah. Yang sebaliknya pihak pemerintah yang lebih kuat daripada pihak rakyat, supaya jangan timbul kekacauan dan anarchis. Karena itu pemerintah harus selalu berusaha supaya ia lebih kuat daripada rakyat.
Menurut Lord Shang, kebudayaan adalah merugikan bagi negara. Jika dalam suatu negara terdapat hal-hal yang berikut:
1. rites (adat)
2. music (musik)
3. odes (nyanyian)
4. history (riwayat)
5. virtue (kebaikan)
6. moral culture (kesusilaan)
7. filial picty (hormat pada orang tua)
8. brotherly duty (kewajiban persaudaraan)
9. integrity (kejujuran)
10. sophistry (sofisme)
maka takkan dapatlah lagi raja mengerahkan tenaga rakyat dan bencanapun tak dapat lagi dihindarkan. Tapi kalau negara tidak terdapat “ten evils” yang disebut itu, tentu raja akan dapat mengendalikan rakyat dan negarapun kuat. Maka sebaliknya, korbankanlah “kebudayaan rakyat”, untuk kepentingan kebesaran negara. Penting adanya tentara yang unggul tapi tidak membiarkan rakyat tetap bodoh. Tujuan yang utama ialah suatu pemerintah yang berkuasa penuh terhadap rakyat.
Teori-teori tujuan negara menurut Niccolo Macchiavelli:
Menurut Macchiavelli, pemerintah harus selalu berusaha agar tetap berada diatas segala aliran-aliran yang ada dan bagaimanapun lemahnya pemerintah, harus ia perlihatkan bahwa ia tetap lebih berkuasa. Kalau yang demikian tercapai banyak harapan akan terciptanya kemakmuran. Inilah tujuan utama bagi negara.
Macchiavelli berkata, bahwa pemerintah kadang-kadang harus bersikap sebagai singa terhadap rakyatnya supaya rakyat takut kepada pemerintah, dan sebaliknya kadang-kadang harus bersikap sebagai kancil yang cerdik untuk menguasai rakyat. Bila perlu, negara boleh mengadakan perjanjian dengan negara-negara lain, asal saja tidak merugikan bagi kesejahteraan negara dan rakyat.
Teori-teori tujuan negara menurut kaum sosialis:
Bagi kaum sosialis, dasar ialah bahwa semua manusia dilahirkan dengan hak-hak yang sama dan berhak atas perlakuan yang sama. Karena itu tujuan bernegara bagi kaum sosialis ialah: memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan merata bagi setiap manusia. Kebahagiaan itu hanya dapat terwujud jikalau setiap manusia mempunyai mata pencarian yang memberi penghasilan yang layak, dan adanya jaminan-jaminan bahwa hak-hak azasi dan kebebasan manusia tidak dilanggar. Oleh karena manusia itu bersifat egois, maka pemberian rezeki yang layak dan jaminan-jaminan atas hak dan kebebasan itu tidak akan terwujud dengan sendirinya didalam masyarakat, jika tidak diusahakan dan diatur dalam undang-undang. Karena itu dalam ketatanegaraan harus diwujudkan sistem perekonomian yang memungkinkan pembagian rezeki yang merata dikalangan rakyat itu dapat berakibat mengurangi hak-hak azasi seorang atas hartanya yang berlebih-lebihan dan yang menghalangi pembagian rezeki jauh merata itu.
Teori-teori tujuan negara menurut kaum kapitalis:
Bagi kaum kapitalis, dasar ialah bahwa tiap-tiap orang lebih berbakti kepada masyarakat jika masing-masing mencoba mencapai tujuannya sendiri-sendiri. Kebahagian untuk semua orang hanya tercapai, kalau setiap orang mencoba mencapai kebahagiannya sendiri-sendiri, sesuai dengan filsafah itu, kaum kapitalis memperjuangkan gerak hidup yang bebas (liberal) dengan persaingan yang bebas pula, dan sesuatu itu dalam rangka tatasusila yang beradap dan undang-undang.
Dunia perekonomian menurut pandangan kaum kapitalis ialah seakan mahluk hidup yang maju atau mundur mencari keseimbangannya sendiri. Yang mendorong perkembangan dilapangan produksi ialah kepentingan diri manusia sendiri, keinginan yang sewajarnya untuk memperbaiki keadaannya. Perekonomian yang bebas menimbulkan terbukanya sumber-sumber mata pencarian dan dengan demikian terjadi pembagian pekrjaan dalam mayarakat dan ini menyebabkan bertambahnya kekayaan masyarakat itu.















TEORI FORMASI NEGARA

Konsep formasi negara yang dipakai dalam artikel ini mengacu kepada perkembangan negara dalam menjalankan fungsi-fungsinya serta perluasan jangkauannya terhadap masyarakat sipil. Schiller (1996) memakai konsep ini untuk menjelaskan makin kuat dan makin berpengaruhnya negara dalam urusan masyarakat sipil di Jepara sebagai konsekuensi dari perluasan peran pemerintah kabupaten setempat.
Hal -hal yang dulu diluar dari jangkauan negara, kemudian telah berada dibawah intervensi negara, hal -hal yang dulu tidak diatur oleh negara menjadi diatur oleh negara. Sama dengan Schiller, Lounela (2002:51 -78) dan Agrawal (2001) menggunakan konsep ini untuk mengetahui betapa negara semakin besar pengaruhnya dalam mengatur wilayah yang biasanya menjadi urusan masyarakat lokal.
Dalam kajiannya mengenai hutan, mereka mengungkapkan bahwa hutan yang dulu dikelola oleh rakyat, sekarang diintervensi oleh negara dan telah diurus oleh lembaga negara dengan mengesampingkan pengelolaan oleh komunitas adat. Formasi negara dengan demikian mengacu: kepada aktivitas -aktivitas negara yang berakibat terhadap formalisasi dan sistematisasi tindak an sosial dan dengan demikian mempertegas pembagian kerja antara negara dan masyarakat. Hal ini meliputi (a) penciptaan peraturan baru untuk mempertegas batasan apa yang diper -bolehkan oleh negara dan apa yang tidak, (b) institusi untuk menjalankan aturan tersebut. Pejabat negara menjadi interpreter dan pemaksa (Agrawal, 2001:12-13).

NEGARA PENETRATIF

Negara modern adalah aktor pengatur utama dan mengatur banyak hal kehidupan sosial (Torpey, 1998:242-23). Dalam hal ini, memakai konsepnya Schiller (2003:5 ), negara modern merupakan negara penentu daya (powerhouse state). Umpamanya, negara memainkan peranan penting bagi berjalannya pasar dan transformasi per -tanian (Petras & Veltmeyer, 2002:43). Sejalan dengan itu, Giddens (1987) mengungkapkan bahwa negara dalam masyarakat modern adalah aktor pendefinisi utama realitas sosial. Rakyat tidak boleh melakukan sesuatu, sedangkan negara diperbolehkan oleh negara itu sendiri. Sebagai contoh, katanya, penggunaan kekerasan oleh negara merupakan tindakan yang sah men urut negara, sedangkan penggunaan kekerasan oleh masyarakat sipil dianggap melawan hukum oleh negara.
Mengapa negara makin masuk ke dalam kehidupan masyarakat sipil? Salah satu pandangan adalah masuknya negara untuk mengurus kehidupan masyarakat sipil mer upakan tendensi umum dalam masyarakat moderen disebabkan oleh kebutuhan negara itu sendiri. Pertama, aparatur negara merangkul dan mengontrol masyarakat sipil untuk tujuan -tujuan politis. Negara perlu mengurus masyarakat sipil guna mengontrol berbagai elem en dalam masyarakat sipil yang membahayakan kekuasaan rezim yang berkuasa seperti kejadian selama rezim Orde Baru berkuasa di Indonesia (Hadiwinata, 2003:55; Masoe’d ,1989:166; dan Boileau, 1983:7). Kedua, negara mengintervensi kehidupan masyarakat madani untuk kepentingan ekonomis aparatur negara itu sendiri. Dalam kajiannya mengenai hubungan negara dengan masyarakat sipil di Jepara, Schiller (1996:266-267) menunjukkan bahwa makin banyaknya program –program pembangunan yang berhasil diraih oleh pemerintah s etempat dari pemerintah pusat untuk mereka lakukan sendiri di kabupaten Jepara telah mendatangkan keuntungan ekonomis bagi pejabat - pejabat setempat. Ketiga, negara juga perlu mengintervensi masyarakat sipil untuk menyukseskan program-program pembangunannya untuk meraih sumber pendapatan baginya (Lindblom, 1977:170-188 dan Torpey, 1998: 244).


DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, Sosiologi Konflik Agraria: Protes-Protes Agraria dalam Masya-rakat Indonesia Kontemporer (Padang: Andalas University Press, 2006).
_______, “The Nagari Community, Business and the State: The Origin and the Process of Contemporary Agrarian Protests In West Sumate ra, Indonesia,” Disertasi (Flinders: Asia Centre of Faculty of Social Sciences Flinders University, 2005).
Bachriadi, D., “Situasi Perkebunan di Indonesia Kontemporer,” dalam Prinsip-Prinsip Reforma Agraria: Jalan Penghidupan dan Kemakmura n Rakyat (Yogyakarta: Lepera Pustaka Utama, 2001).
Benda-Beckmann, Von, F.& Von K. Benda -Beckmann, “Social Security, Natural Resources Management And Legal Complexity,” makalah dalam Seminar on Legal Complexity, Natural Resources Management and Social Security, Padang, 6 -9 November 1999.
Biezeveld, R., “Nagari, Negara dan Tanah Komunal di Sumater a Barat, “ dalam Sumber Daya Alam dan Jaminan Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001).
Giddens, A., The Nation-State and Violence: Volume Two of A Contemporary Critique of Historical Materialism (Berkeley: University of California Press, 1987).
Linblom, Ch., E., Politics and Market: The World’s Political -Economic Systems (New York: Basic Books, 1977).
Lucas, A., “Land Disputes, the Bureaucracy, and Local Resistance in Indonesia,” dalam Imaging Indonesia: Cultural Politics and Political Culture (Ohio: Centre For International Studies, 1997a)
Sakai, M., “The Privatisation of Padang Cement: Regional Identity and Economic Hegemony in the Era of De-centralisation,” dalam Local Power And Politics in Indonesia: Decentralisation & Democratisation (Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2003).
Schiller, J., Developing Jepara: State and Society in Ne w Order Indonesia (Clayton: Monash Asia Institute, 1996).
Torpey, J., ‘Coming and Going on the State Monopolization of the Legitimate ‘Means of Movement,” Sociological Theory: A Journal of the American Sociological Association , XVI, No. 3, 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar